pasopati

Friday, February 01, 2008

Berkeliling Kota Dengan Bus di Utrecht

Melakukan perjalanan dengan bus pertama kali di Belanda, khususnya di Utrecht, boleh jadi membingungkan. Bukan karena jadwal ataupun jurusan busnya, melainkan karena sistem zonasi wilayah di tiap kota di Belanda. Di sini saya akan mencoba berbagi pengalaman kepada para pengunjung blog ini. Mudah-mudahan bermanfaat =)

Berbeda dengan yang saya biasa lakukan di Indonesia: menunggu bus yang sewaktu-waktu bisa lewat di depan kantor, meloncat naik sebelum si supir tancap gas, dan bagian terpenting adalah.... membiasakan turun dari bus dengan kaki kiri dulu. Kalau masih maksa kaki kanan, maka besar kemungkinan Anda akan "kesrimpet" (duh, ga nemu bahasa indonesianya, maap yah =p....), terhuyung2 atau bahkan terkilir. Karena percayalah, bus tidak akan menunggu anda selesai menjejakkan kedua kaki Anda. Di Belanda, jadwal kedatangan setiap bus ditempel di terminal masing-masing. Biasanya, tenggat waktunya antara 10 hingga maksimal 30 menit. Khusus bus luar kota, biasanya tenggat waktunya jauh lebih lama. Bila Anda berangkat dari terminal bus, maka setiap bus memiliki halte masing-masing. Di Utrecht, terminal bus pusat (Centraal Station) merupakan terminal bagi trem dan kereta api juga. Sekaligus tempat mangkal taksi-taksi. Khusus terminal bus, ada dua peron: peron A dan peron B. Peron ini adalah trotoar berbentuk elips memanjang; satu sisi adalah peron A dan sisi lain adalah peron B.



















Bila kita perhatikan gambar petanya, maka dapat kita lihat bahwa jalur-jalur perhentian busnya memanjang sepanjang trotoar. Ini berbeda dengan terminal Blok M Jakarta, di mana bus-bus dikelompokkan ke dalam 4 hingga 5 jalur perhentian.

Hal penting yang harus diperhatikan berikutnya adalah daerah tujuan. Di setiap terminal dan halte bus, selain jadwal kedatangan bus, juga dipampang peta berisi pembagian zona wilayah di Utrecht. Buat apa ya zona ini? Ini digunakan untuk menentukan tarif bus. Tarif bus ditentukan berdasarkan jumlah zona yang dilewati bus dari terminal asal ke terminal tujuan. Jadi berbeda dengan di Jakarta: jauh deket 2000 rupiah (atau malah kadang2 kalau deket banget kasih abangnya seribu terus ciao deh hehe). Setelah naik di atas bus, penumpang wajib membeli strippenkaart atau tiket bus yang berisi strip2 yang akan distempel sang supir berdasarkan perhitungan zona yang kita lalui. Misalnya kita mau melakukan perjalanan antar terminal dalam zona yang sama, maka kita harus membeli strippenkaart 2 strip. Bila melakukan perjalanan antar terminal ke zona tetangga, maka kita harus membeli strippenkaart 3 strip. Bila bus menempuh perjalanan sebanyak tiga zona, termasuk zona terminal asal, maka kita harus membeli strippenkaart 4 strip, demikian seterusnya. Rumusnya = z+1 (di mana z adalah zona, halah kaya matematika aja....). Harga per strip kurang lebih 0,8 euro (atau sekitar 11.000 rupiah dengan kurs sekarang.. waduh mahal benerrr). Sebagai informasi, dari terminal bus pusat ke kampus saya bus harus menempu dua zona, berarti bayar berapa strip ya?? Yak betul.. tiga strip =)

Alternatif pembayaran selain membeli strippenkaart di atas bus adalah: membeli strippenkaart di kios, karcis bulanan atau karcis spesial diskon. Membeli strippenkaart terlebih dulu di kios memiliki keuntungan, yaitu lebih murah ketimbang bayar di bus. Strippenkaart yang dijual di kios ini ada dua tipe: 20 strip dan 45 strip. Untuk 20 strip harganya 6,9 euro dan 45 strip harganya 20,4 euro. Bila satu strip = satu zona, silahkan Anda hitung sendiri... Lebih murah bukan?? =p



Contoh Strippenkaart



Yang unik dari strippenkaart ini adalah, sistem stempelnya masih manual oleh sang supir, dan belum menggunakan perangkat elektronik. Tak, tok, tak , tok mirip2 di kantor pos kalau kita mau ngirim surat gitu hehe. O ya, bila Anda melakukan perjalanan 2-3 zona, maka selama 1 jam anda bisa berpindah2 bus sesuka Anda ke zona manapun selama bus itu hanya menempuh 2-3 zona. Untuk perjalanan 4-6 zona, batas berlakunya strippenkaart adalah 2 jam, dan demikian seterusnya semakin lama tenggat waktunya bila zona yang dijalani lebih banyak.

Opsi lain pembayaran adalah membeli tiket bulanan. Ini biasanya dilakukan oleh mahasiswa ketika musim dingin yang kurang kondusif untuk bersepeda. Haganya untuk perjalanan dalam zona yang sama sekitar 30 euro, sementara untuk dua zona bisa mencapai 60 euro. Namun, bila sudah membeli tiket bulanan ini, maka harus sering menggunakannya supaya tidak rugi. Alternatif lain adalah karcis spesial diskon. Karcis ini ada di hari-hari tertentu saja.

Satu tips lainnya, tepatilah jadwal bus bila Anda tidak ingin terlambat. Sebab, bila bus sudah datang dan sedang mengangkut penumpang yang ada di halte, sementara Anda masih berlari-lari dari jarak ratusan meter, percayalah, amat jarang supir menunggu penumpang seperti Anda. Prinsipnya: telat, ambil bus berikutnya. Dan hal ini sering terjadi pada saya. Tentunya tidak enak bukan melihat ekor bus yang seharusnya Anda tumpangi melintas begitu saja di depan Anda, sementara Anda harus termangu menunggu bus berikutnya yang mungkin masih belasan menit lamanya. Inilah mengapa saya kadang2 masih suka kangen dengan metromini atau kopaja jakarta; "Bang, bang bentar Bang!" pasti si abang kondektur bilang ke supirnya: "Kiri, kiri, kiri, masih ada lagi neh". O ya, satu lagi... di sini tidak ada kondektur. Supir betul-betul single fighter.





Ya demikian kiranya pengalaman singkat saya berkenalan dengan salah satu bagian dari sistem transportasi di Belanda, khususnya Utrecht. Semoga bermanfaat! Kalau masih engga paham juga, gampang.... Ambil peta Utrecht, sepeda, dan jangan lupa lampunya! Dijamin lebih simpel dan gratisssss =)












Catatan:
Gambar peta terminal diambil dari:
http://www.lazymarie.nl/A-VBZ/10-vertrektijden/busstation.html


Gambar bus: koleksi foto pribadi (duh mohon maap, yang difoto bus rusak lagi =p)

Labels: ,

6 Comments:

  • wah ribet ya gung..mau naek Bis aja, jadi lebih enak di bandung dong masih sararopan :).tapi tampak lebih teratur siiy...ya biar dipelajari oleh orang tata kota deh ga ngerti Da mah :)...
    btw, disana ada preman yang suka naekin penumpang ke bis ga gung?hehehe kalii aja ada
    -aida-

    By Anonymous Anonymous, at 11:40 AM  

  • "sararopan" teh naon nya?
    preman ga ada da.. ehm.. ada sih, dikit. lucunya, premannya nanya dulu : "mas.. mas.. ada uang kecil ga?" kalau kita bilang engga, ya udah pergi hehe... rada sopan dikit

    By Blogger agung, at 4:54 PM  

  • oh ya..hihi..nah itu dia gung yang namanya sararopan maksudnya :p

    By Anonymous Anonymous, at 4:09 AM  

  • Halo Agung, tampaknya Agung lbh 'cerewet' di blog srpd sy hehe... Akan lbh seru kalo blog plitbabroad Agung kelola, gmn?
    Btw kpn tram Utrecht centraal - uithof terwujud? kasian tuh mhs pd bgelantungan dibis. terutama yg tinggal di deket CS (sapa tuh? hiks...).

    By Blogger Delik Hudalah, at 10:07 PM  

  • Agoeng...
    betah banget kayaknya di Utrecht ^^ hehehe...
    kapan mau main ke Saudi lagi? bilang-bilang ya!

    btw, sukem link ya blog-nya :)

    oh ya., kalau ada kabar., inget untuk ngasih tau diriku ya! :D

    By Anonymous Anonymous, at 12:08 PM  

  • makasih Gung, infonya.. jadi nanti kalo Nova udah di Utrecht, bisa tinggal nyontek tips nya Agung (aamin!! :D)

    gambar bus-nya, ga usah dibilang bus rusak juga kayaknya ga ketauan deh Gung... lagian bus-nya bagus banget gituh (compare to those in Indonesia :p )

    By Anonymous Anonymous, at 5:57 AM  

Post a Comment

<< Home