Fragmen
Di suatu sore saya melintasi pelataran sebuah pusat perbelanjaan. Kebiasaan yang mulai jamak dilakukan masyarakat perkotaan terlihat di depan saya. Seorang gadis, sendirian, membaca buku tebal --entah novel atau apa-- di Starbucks. Ternyata amat mudah jawaban dari pertanyaan : "Bagaimana menggalakkan minat baca warga Indonesia?" Bangun warung kopi a la Starbucks sebanyak-banyaknya, dengan fasilitas internet wi-fi dan kalau perlu dilengkapi dengan koleksi buku. Solusi atau malah masalah?? Saya sama bingungnya dengan Anda.
******************************
Kemarin sore, sepotong diskusi dengan rekan kantor tentang kehidupan sosial dan tradisi di Yogyakarta memunculkan kesimpulan : Yogyakarta tidak rentan terhadap kerusuhan sosial. Maklum, semenjak Pemerintah menetapkan kerusuhan sosial sebagai salah satu dari tipe bencana, maka topiknya pun masuk ruang kerja saya.
Kompas 19 April 2006, berita utamanya adalah tentang pisowanan agung yang dilakukan Sultan Hamengku Buwono X. Beliau menolak masuk ke bursa pencalonan gubernur DI Yogyakarta dan mengambil ancang-ancang untuk berkiprah di skala nasional. Pengamat politik berpendapat, pisowanan agung dalam perspektif politik dapat dianggap sebagai langkah pengujian, seberapa banyak masyarakat Yogyakarta yang masih loyal terhadap sultannya. Berikutnya? Tentu perhitungan politik dapat dilakukan sang sultan.
Ketika masyarakat yang memegang teguh budaya saja masih mau cawe-cawe dalam urusan politik, saya justru bingung. Kenapa banyak di antara kita yang [katanya] memegang teguh prinsip-prinsip beragama malah menganggap politik itu kotor? Sama banyaknya dengan staf-staf di birokrasi yang acuh tak acuh dengan politik. Jangan-jangan jargon "politik itu kotor" sengaja dikampanyekan oleh mereka yang pro status-quo dan kita telan bulat-bulat??
******************************
Di suatu malam, telepon genggam saya berdering. Adik-adik di Bandung, yang sudah lama tidak ditengok, menyapa dan mohon doa restu menjelang Ujian Akhir Nasional [UAN]. Katanya, setelah itu mau masuk PTN dambaan.
Polemik UAN kembali berkembang tahun ini. Setelah tahun lalu “skandal” Paket C belum selesai diusut, UAN kembali digulirkan di tengah maraknya konsep pendidikan alternatif yang mulai ditawarkan komunitas-komunitas masyarakat. Karena tulisan kali ini judulnya "fragmen", saya tidak bermaksud mengupas tuntas tentang UAN. Pikiran saya justru melayang ke sebuah kolom kecil surat kabar ternama. Isinya : Mendiknas kita menempatkan acara talkshow “Empat Mata” di prioritas pertama acara televisi yang wajib ditonton. Alasannya, lucu karena menertawakan diri sendiri dan bukan menghina orang lain. Duh… habis sudah komentar saya.. No wonder!!
******************************
Kemarin sore, sepotong diskusi dengan rekan kantor tentang kehidupan sosial dan tradisi di Yogyakarta memunculkan kesimpulan : Yogyakarta tidak rentan terhadap kerusuhan sosial. Maklum, semenjak Pemerintah menetapkan kerusuhan sosial sebagai salah satu dari tipe bencana, maka topiknya pun masuk ruang kerja saya.
Kompas 19 April 2006, berita utamanya adalah tentang pisowanan agung yang dilakukan Sultan Hamengku Buwono X. Beliau menolak masuk ke bursa pencalonan gubernur DI Yogyakarta dan mengambil ancang-ancang untuk berkiprah di skala nasional. Pengamat politik berpendapat, pisowanan agung dalam perspektif politik dapat dianggap sebagai langkah pengujian, seberapa banyak masyarakat Yogyakarta yang masih loyal terhadap sultannya. Berikutnya? Tentu perhitungan politik dapat dilakukan sang sultan.
Ketika masyarakat yang memegang teguh budaya saja masih mau cawe-cawe dalam urusan politik, saya justru bingung. Kenapa banyak di antara kita yang [katanya] memegang teguh prinsip-prinsip beragama malah menganggap politik itu kotor? Sama banyaknya dengan staf-staf di birokrasi yang acuh tak acuh dengan politik. Jangan-jangan jargon "politik itu kotor" sengaja dikampanyekan oleh mereka yang pro status-quo dan kita telan bulat-bulat??
******************************
Di suatu malam, telepon genggam saya berdering. Adik-adik di Bandung, yang sudah lama tidak ditengok, menyapa dan mohon doa restu menjelang Ujian Akhir Nasional [UAN]. Katanya, setelah itu mau masuk PTN dambaan.
Polemik UAN kembali berkembang tahun ini. Setelah tahun lalu “skandal” Paket C belum selesai diusut, UAN kembali digulirkan di tengah maraknya konsep pendidikan alternatif yang mulai ditawarkan komunitas-komunitas masyarakat. Karena tulisan kali ini judulnya "fragmen", saya tidak bermaksud mengupas tuntas tentang UAN. Pikiran saya justru melayang ke sebuah kolom kecil surat kabar ternama. Isinya : Mendiknas kita menempatkan acara talkshow “Empat Mata” di prioritas pertama acara televisi yang wajib ditonton. Alasannya, lucu karena menertawakan diri sendiri dan bukan menghina orang lain. Duh… habis sudah komentar saya.. No wonder!!
Labels: Pemikiran
8 Comments:
kenapa fragmen malam minggu duduk di jalan dago tidak masuk?
padahal kan ada 'gosip' tentang reshufle kabinet juga (tidak tentang diri sendiri)
*saya benci moderasi!!!
By Trian Hendro A., at 5:19 AM
Di suatu malam, udah tahu hujan gerimis, beberapa pemuda tanggung masih saja asyik duduk di emperan Jalan Dago. Mengukir janji, untuk ditagih dua bulan ke depan minimal.
Ah, indahnya berpikir tentang mimpi-mimpi...
-- request completed =D
-- moderasi is a must!! =D
By agung, at 5:25 AM
Serius Bambang Sudibyo bilang gitu? Pecaaaat!
By ikram, at 5:38 AM
"kalo kita tidak bisa menertawakan diri sendiri, lalu siapa yang kita tertawakan?" ( tiger wood).
piss men!
By Pecintalangit, at 8:34 AM
Gung, request dong...
Posting yang ringan-ringan..:p
Mbok kolo-kolo flop from the introvert side...
Hehe
By Anonymous, at 4:33 AM
# Ikram
Beneran kram... Jangan dipecat ah, kan ga sakit atau korupsi [katanya mah] =D
# Syiddat
He he he bener juga. Tapi jangan ketawa melulu ah, cape =D
# Warastuti
Ini ringan ka.. Cuma beberapa baris. Koreksi : setelah ditanyakan pada sumbernya, "flop" yang dimaksud adalah "lompat" =D
Jadi harusnya "jump" ya?? Atau ada kata lain dalam bahasa Inggris?
By agung, at 6:10 AM
Welhaaaaaa......ketiwasan ini!!!
Lam kenal, nuhun
By Anonymous, at 7:03 AM
pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik , pupuk organik
By pupuk organik, at 5:52 AM
Post a Comment
<< Home