Setelah 10 tahun
Tidak ada yang berubah, setelah 10 tahun lalu terakhir kali menginjakkan kaki di kota itu.
Udara yang sejuk menyapa setiap pendatang; lebih sejuk dari Jakarta dan Bogor, mungkin sedikit di bawah Bandung. Warna hijau yang cukup banyak ditemui dalam taman-taman sepanjang jalan menyisakan tanda : Malang didesain sebagai salah satu dari dua kota taman (Garden Town) pada era kolonial Belanda.
Jalan Ijen dengan perumahan mewahnya; di ujung jalan masih berdiri tegak Plaza Dieng, yang kini sepertinya harus bersaing dengan Malang Town Square (Matos) -- pusat perbelanjaan baru yang kabarnya sempat menjadi kontroversi. Fenomena pembangunan mall-mall telah memasuki kota Malang. Di balik Plaza Dieng, ada jalan masuk ke Kelurahan Pisang Candi; ke dalam lagi, maka saya menemukan rumah eyang tercinta.
Sekali lagi, tidak ada perubahan signifikan dengan rumah itu. Rumah dua lantai dengan ruangan cukup besar. Voight (lubang udara) yang lebih luas dari luas lantai kedua masih menjadi ciri khas. Foto-foto keluarga besar masih terpampang di sana; kursi goyang favorit juga masih ada di beranda belakang, menemani pikiran yang melayang untuk bernostalgia. Halaman belakang saja yang sekarang sudah hilang, bersamaan dengan matinya ayam jago yang biasa bertengger.
Di seberang rumah, tanah kosong masih belum digarap oleh pemiliknya. Udara seputaran kompleks masih sangat sejuk. Jalanan kompleks juga relatif sepi; berbeda dengan Jakarta, jalanan kompleksnya penuh dengan mobil di kiri-kanan jalan. Mau beli oleh-oleh atau sekedar mengisi perut kosong? Toko oleh-oleh penganan khas Malang dapat dengan mudah ditemui. Mulai dari perut ayam (nama sejenis kue, tapi bukan perut ayam dalam arti harfiah), cwimie, nasi pecel, nasi rawon, gepuk hingga lumpia basah/goreng tersedia. Keluarga kerap tergoda memborong sebagai oleh-oleh untuk kerabat. Di malam hari yang dingin butuh teman? Jangan khawatir, pedagang angsle (sejenis wedang ronde di Jawa Barat) keliling akan menyapa rumah demi rumah. Berjalan sedikit ke atas di waktu pagi, maka susu khas koperasi setempat dengan aneka rasa dapat dinikmati.
Jalanan kota relatif bersih. Mobil dapat dikatakan lebih sedikit dibanding Bandung, Jakarta atau Bogor. Sepeda dan motor mendominasi. Malang sedang berbenah; Rencana Pembangunan Jangka Panjang/RPJP (rencana pembangunan untuk jangka waktu 20 tahun) akan segera disusun. Namun, hingga kini Malang masih menggoda saya untuk menjadikannya tempat menetap.
Hmm.. Akankah cinta saya pada Bandung tergeser?
Wallahu'alambishawwab
Udara yang sejuk menyapa setiap pendatang; lebih sejuk dari Jakarta dan Bogor, mungkin sedikit di bawah Bandung. Warna hijau yang cukup banyak ditemui dalam taman-taman sepanjang jalan menyisakan tanda : Malang didesain sebagai salah satu dari dua kota taman (Garden Town) pada era kolonial Belanda.
Jalan Ijen dengan perumahan mewahnya; di ujung jalan masih berdiri tegak Plaza Dieng, yang kini sepertinya harus bersaing dengan Malang Town Square (Matos) -- pusat perbelanjaan baru yang kabarnya sempat menjadi kontroversi. Fenomena pembangunan mall-mall telah memasuki kota Malang. Di balik Plaza Dieng, ada jalan masuk ke Kelurahan Pisang Candi; ke dalam lagi, maka saya menemukan rumah eyang tercinta.
Sekali lagi, tidak ada perubahan signifikan dengan rumah itu. Rumah dua lantai dengan ruangan cukup besar. Voight (lubang udara) yang lebih luas dari luas lantai kedua masih menjadi ciri khas. Foto-foto keluarga besar masih terpampang di sana; kursi goyang favorit juga masih ada di beranda belakang, menemani pikiran yang melayang untuk bernostalgia. Halaman belakang saja yang sekarang sudah hilang, bersamaan dengan matinya ayam jago yang biasa bertengger.
Di seberang rumah, tanah kosong masih belum digarap oleh pemiliknya. Udara seputaran kompleks masih sangat sejuk. Jalanan kompleks juga relatif sepi; berbeda dengan Jakarta, jalanan kompleksnya penuh dengan mobil di kiri-kanan jalan. Mau beli oleh-oleh atau sekedar mengisi perut kosong? Toko oleh-oleh penganan khas Malang dapat dengan mudah ditemui. Mulai dari perut ayam (nama sejenis kue, tapi bukan perut ayam dalam arti harfiah), cwimie, nasi pecel, nasi rawon, gepuk hingga lumpia basah/goreng tersedia. Keluarga kerap tergoda memborong sebagai oleh-oleh untuk kerabat. Di malam hari yang dingin butuh teman? Jangan khawatir, pedagang angsle (sejenis wedang ronde di Jawa Barat) keliling akan menyapa rumah demi rumah. Berjalan sedikit ke atas di waktu pagi, maka susu khas koperasi setempat dengan aneka rasa dapat dinikmati.
Jalanan kota relatif bersih. Mobil dapat dikatakan lebih sedikit dibanding Bandung, Jakarta atau Bogor. Sepeda dan motor mendominasi. Malang sedang berbenah; Rencana Pembangunan Jangka Panjang/RPJP (rencana pembangunan untuk jangka waktu 20 tahun) akan segera disusun. Namun, hingga kini Malang masih menggoda saya untuk menjadikannya tempat menetap.
Hmm.. Akankah cinta saya pada Bandung tergeser?
Wallahu'alambishawwab
Labels: Keseharian
6 Comments:
wah,emang gung, malang tuh asik bgt...
pas pertama aku ke bandung,sempet kepikir...kok jalannya jelek bgt ya,gak kayak malang...
jadi pingin pulang dan main ke malang lagi...
By Pipit, at 9:55 AM
wah,emang gung, malang tuh asik bgt...
pas pertama aku ke bandung,sempet kepikir...kok jalannya jelek bgt ya,gak kayak malang...
jadi pingin pulang dan main ke malang lagi...
By Pipit, at 9:57 AM
pernah sekali (lewat) malang...terlalu sepi ah. dingin sih, tapi terlalu sepi, kesannya jadi ga dinamis...ama lagi rada bete juga ama arema malang..hehehe (kemaren ngalahin persib n bisa2 bikin persib degradasi!)
By Lucky, at 1:33 PM
Malang emang cukup mengasyikkan... salah satu kota di jawa timur yang seneng gw kunjungin (pdhl jarang2 gw suka ama jawa timur)...
By Awan Diga Aristo, at 5:31 AM
Iya pit, emang enak banget. Jadi tergoda menetap di sana. Lagian Bandung sekarang ada nilai minus (sampah..). Walau pun itu tanggungjawab saya juga sebagai alumni ITB, he he
Bos Lucky, saya juga bukan aremania,bukan juga viking. Saya mah "nice indonesian nasional team-supporter" dan "big fan of deutschland" he he he
Emang loe berapa kali jalan2 ke Jawa Timur wan?? Tapi dibanding Surabaya, memang paling enak di Malang.
By agung, at 6:14 AM
malang ya?
mmm, ceweknya cakepan mana dibanding geulis bandung bos?
kalo lebih cakep...mm mau dah tinggal di malang
=p
By Beni Suryadi, at 12:56 PM
Post a Comment
<< Home