pasopati

Thursday, May 04, 2006

Memilih Konsep Relasi

Berbicara relasi berarti hubungan timbal balik antara beberapa—minimal dua—pihak. Relasi yang disukai tentunya adalah relasi yang saling menguntungkan; atau dalam bahasa negosiasi : “bagaimana relasi itu senantiasa menghasilkan win-win solution bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya”.

Relasi KM-ITB dengan rektorat adalah sebuah bentuk relasi unik. Mahasiswa mengetahui bahwa KM-ITB bersifat independen dan berada di luar struktur rektorat. Di sisi lain, rektorat ternyata tidak cukup faham dengan hal itu. Terbukti dari beberapa kebijakan yang senantiasa menempatkan organisasi kemahasiswaan, dalam hal ini KM-ITB, seperti berada di bawah rektorat. Walhasil, mahasiswa berteriak dan melakukan pemberontakan (?). Darah muda yang cenderung didominasi ego membuat mahasiswa melakukan gerakan spontanitas melawan.

Adanya relasi antara dua pihak disebabkan adanya kepentingan yang beririsan. Dalam konteks KM-ITB dan rektorat, tampak jelas kepentingan-kepentingan yang bertautan. Mulai dari kebutuhan hingga target massa. Target massa? Ya jelas, target dari kegiatan-kegiatan KM-ITB adalah mahasiswa ITB. Demikian pula rektorat; dengan jelas menyatakan bahwa mahasiswa adalah konsumen mereka (?). Dalam prinsip konsumen-produsen, konsumen sepakat membeli bila barang yang ditawarkan produsen memiliki kualitas dan harga yang pas. Kebutuhan? Saya memandang keduanya saling membutuhkan. KM-ITB senantiasa membutuhkan rektorat terutama dalam hal-hal yang bersifat akademis. Rektorat pun sama; mereka membutuhkan KM-ITB dalam rangka mendekati konsumen mereka.

Karena tautan kepentingan itu lah, maka relasi KM-ITB dan rektorat adalah sebuah keniscayaan. Lantas pertanyaannya adalah, bagaimana konsep relasi yang saling menguntungkan kedua belah pihak? Tugas KM-ITB berikutnya adalah menginventarisir kepentingan-kepentingan apa saja yang ingin dicapai dalam relasinya dengan rektorat. Batasan-batasan kepentingan harus diperjelas berdasar kewenangan. Kewenangan akademik bukan berada di tangan mahasiswa di sisi lain kewenangan organisasi kemahasiswaan harus dijaga supaya tetap independen. Karena dari independensi itu mahasiswa belajar dan menemukan pendewasaan.

Wallahu’alambishawwab
(6 April 2006)

Labels: