Hakikatnya
”Transportasi adalah proses memindahkan orang dari satu titik ke titik lain....”
Prof.Dr.Kusbiantoro (begawan transportasi di planologi ITB)
---------------------------------------------------------------------
Prof.Dr.Kusbiantoro (begawan transportasi di planologi ITB)
---------------------------------------------------------------------
”Duh macet benerrr...!”
”Di Jakarte mah tua di jalan yang ada...”
”Naik kereta aja biar cepet! Tapi ati-ati copet...”
Obrolan yang kerap terdengar di ibukota tercinta
Ya! Menengok kembali arti kata transportasi adalah langkah bijak yang harus diambil kota-kota besar Indonesia, di mana kemacetan sudah menjadi ”sarapan” dan ”makan sore menjelang malam”.
Bila menilik dari wejangan Profesor Kus, maka seharusnya orientasi kebijakan di Indonesia adalah pada perbaikan sektor transportasi publik. Sudah lewat zaman di mana jargon Satu Keluarga Satu Mobil yang didengung-dengungkan Ford. Transportasi publik adalah jawaban kongkrit atas permasalahan kemacetan. Transportasi intinya mindahin orang; bukan mindahin mobil.. Gitu aja kok repot!
Namun sayangnya, transportasi publik tidak digarap optimal oleh mayoritas pemerintah kota. Revolusi transportasi yang dilakukan Bang Yos (akhir2 ini kayanya gubernur ini yang jadi favorit saya) belum bisa dikatakan komprehensif. Kebijakan hanya diarahkan pada proyek-proyek mercusuar (TransJakarta, Monorail, Subway).
Sekilas melihat transpotasi pendukungnya : feeder busway (nama keren bus-bus mikrolet, patas, kopaja dan trans-trans kota baru), kereta rel listrik, bajaj, dkk sepertinya masih belum terjamah. Walhasil trayek yang sering diputar-putar, kecelakaan kereta api dan kondisi yang kurang nyaman menjadi permasalahan juga.
Pada akhirnya saya tetap berusaha memelihara prinsip husnudzan; semoga langkah2 mercusuar tadi dapat memberikan dampak turunan bagi sarana-sarana pendukungnya. Dan semoga Jakarta dapat menjadi model kota dengan pelayanan transportasi publik yang baik.
Wallahu’alambishawwab
”Di Jakarte mah tua di jalan yang ada...”
”Naik kereta aja biar cepet! Tapi ati-ati copet...”
Obrolan yang kerap terdengar di ibukota tercinta
Ya! Menengok kembali arti kata transportasi adalah langkah bijak yang harus diambil kota-kota besar Indonesia, di mana kemacetan sudah menjadi ”sarapan” dan ”makan sore menjelang malam”.
Bila menilik dari wejangan Profesor Kus, maka seharusnya orientasi kebijakan di Indonesia adalah pada perbaikan sektor transportasi publik. Sudah lewat zaman di mana jargon Satu Keluarga Satu Mobil yang didengung-dengungkan Ford. Transportasi publik adalah jawaban kongkrit atas permasalahan kemacetan. Transportasi intinya mindahin orang; bukan mindahin mobil.. Gitu aja kok repot!
Namun sayangnya, transportasi publik tidak digarap optimal oleh mayoritas pemerintah kota. Revolusi transportasi yang dilakukan Bang Yos (akhir2 ini kayanya gubernur ini yang jadi favorit saya) belum bisa dikatakan komprehensif. Kebijakan hanya diarahkan pada proyek-proyek mercusuar (TransJakarta, Monorail, Subway).
Sekilas melihat transpotasi pendukungnya : feeder busway (nama keren bus-bus mikrolet, patas, kopaja dan trans-trans kota baru), kereta rel listrik, bajaj, dkk sepertinya masih belum terjamah. Walhasil trayek yang sering diputar-putar, kecelakaan kereta api dan kondisi yang kurang nyaman menjadi permasalahan juga.
Pada akhirnya saya tetap berusaha memelihara prinsip husnudzan; semoga langkah2 mercusuar tadi dapat memberikan dampak turunan bagi sarana-sarana pendukungnya. Dan semoga Jakarta dapat menjadi model kota dengan pelayanan transportasi publik yang baik.
Wallahu’alambishawwab
(6 April 2006)
Labels: KotaKita
0 Comments:
Post a Comment
<< Home